Kamis, 12 Desember 2013

Tulisan 8 ( EMPATIK )


 EMPATIK


             “Berusaha mengerti terlebih dahulu” memerlukan prubahan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha lebih dahulu untuk di mengerti. Kebanyakan oranag tidak mendengarkan maksud untuk mengerti, mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Mereka entah berbicara atau bersiap untuk berbicara. Mereka menyaring segala melalui paradigma mereka sendiri, membacakan autobiografi mereka ke dalam kehidupan orang lain.
            “Oh, saya tahu persis bagaimana perasaan anda!”
            “Saya pernah mengalami hal yang sama. Biar saya yang menceritakan kepada anda pengalam saya.”
            Mereka terus menerus memproyeksikan film buatan sendiri pada pada perilaku orang lain. Mereka memberi resep kacamata mereka sendiri kepada semua orang yang berinteraksi dengan mereka
            Jika mereka mempunyai masalah dengan seseorang putra, putri, pasangan, karyawan, sikap mereka adalah, “Orang itu benar-benar tidak mengerti
            Seorang tetangga pernah berkata kepada ayah saya, “Saya tidak bisa mengerti anak saya. Ia benar-benar tidak mau mendengar saya.”
            “Biar saya menyatakan ulang apa yang baru saja anda katakan,” jawab ayah saya. “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda?”
            “benar,” jawabnya
            “Biar saaya coba lagi,” ayah saya melanjutkan. “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda ?”
 “Itu yang saya katakan tadi,” ia menjawabnya dengan tidak sabar.
            “Saya kira untuk mengerti orang lain, anda perlu mendengarkannya,” ayah saya mengusulkan.
            “Oh!” katanya. Ada jea yang lumayan panjang. “Oh!” katanya lagi, ketika kesadaran mulai muncul. “Oh, ya! tapi saya sangat mengerti dirinya. Saya tahu apa yang ia alami. Saya sendiri pernah mengalami hal yang sama. Saya kira yang tidak saya mengerti adalah mengapa ia tiadak mau mendengarkan saya.”
            Orang ini tidak memiliki gagasan sedikit pun tentang apa yang sebenarnya berlangsung dalam benak anaknya. Ia melihat ke dalam kepalanya sendiri dan mengira ia melihat dunia, termasuk anaknya.
            Begitulah yang terjadi dengan banyak orang. Kita di penuho dengan kebenaran kita sendiri, autobiografi kita sendiri. Kita ingin di mengerti percakapan kita menjadi monolog kolektif, dan kita tidak pernah benar-benar mengerti apa yang sedang berlangsung dalam diri orang lain
            Ketika orang lain berbicara, kita biasanya “mendengarkan” dala salah satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu, tidak benar-benar mendengarkannya. Kita mungkin berpura-pura. “Ya hmm. Benar.” Kita mungkinmendengarkan secara selektif, mendengar hanya bagian-bagian tertentu dari percakapan. Kita sering melakukan ini sewaktu mendengar celoteh terus menerus dari anak persekolahan. Atau kita mungkin mendengarkan secara atentif, menaruh perhatian dan memfokuskan energi pada kata-kata yang di ucapkan. Tetapi sedikit sekali dari kita pernah memperaktekan tingkat ke lima, bentuk tertinggi dari mendengarkan, yaitu mendengar dengan empatik.


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar