Kamis, 12 Desember 2013

Tulisan 10 ( ARTI SEBUAH NAMA )


ARTI SEBUAH NAMA

Nama, inilah satu kata yang selalu dimiliki setiap benda. Ia adalah simbol atau identitas di mana manusia dapat mengidentifikasikan objek-objek yang ada di sekitarnya. Dengan nama pula, seseorang dapat membedakan suatu benda dengan benda lainnya, atau antara dirinya dengan hal-hal yang bukan dirinya. 

Dalam sebuah nama terkandung sekumpulan informasi tentang identitas orang yang memilikinya, entah itu jenis kelamin (gender), suku bangsa, kepribadian, agama, latar belakang keluarga, pandangan hidup, status sosial, budaya, dan lainnya. Walau tidak mencakup semua informasi ini, sebuah nama pasti mengandung minimal sebuah informasi tentang identitas diri. Nama Siti Yanuarti misalnya. Orang yang memiliki nama ini pasti seorang wanita, beragama Islam, orangtuanya mungkin taat beribadah, lahir bulan Januari, dan lainnya. Demikian pula dengan nama Alesandro Lucatelli, Mike Tyson, Jacky Chan, Abdullah bin Idrisi al-Maghribi, dan lainnya. Dalam nama tersebut pasti ada satu dua hal yang menginformasikan jati diri pemiliknya.
Kenyataannya, nama tidak saja sebagai identitas diri, lebih jauh lagi, nama bisa membentuk rasa percaya diri bahkan konsep diri seseorang. Ada orang yang tidak pede dalam bergaul, minder, atau menyalahkan orangtua mereka karena masalah nama. Mereka merasa kikuk dengan nama yang mereka sandang, walaupun nama tersebut memiliki makna yang baik, hanya karena “sedikit kampungan”. Saat memperkenalkan diri dalam seminar, saat dipanggil dokter di ruang tunggu, saat berkunjung ke rumah calon mertua, saat dipanggil teman di keramaian, biasanya menjadi momentum yang kurang mengenakkan. Bahkan tak jarang, ketika harus menyebutkan nama, biasanya nama tersebut sering disamarkan atau hanya disebutkan nama belakangnya saja. Biasanya orang seperti ini berasal dari desa atau daerah, yang karena satu dua hal “tersasar” ke kota, entah itu karena kuliah, bekerja, dsb. Ingin rasanya mereka mengganti namanya dengan yang lebih nge-trend dan lebih kosmopolitan. Sayangnya, nama tersebut sudah kadung tertera di ijasah, akta kelahiran, atau sebagai rasa penghormatan kepada orangtua yang telah memberikan nama, sehingga mereka menunda keinginan tersebut.



Tulisan 9 ( ARTI KEJUJURAN )


ARTI KEJUJURAN
Seiring dengan kemajuan media informasi dan tehnologi yang semakin canggih, peran kejujuran merupakan modal yang paling urgen (mendasar). Keakuratan dalam memberikan informasi, berita, data, fakta, dan segala yang terkait dengan pernyataan, sikap dan tindakan, itu tergantung kepada faktor kejujuran.
Demi mengejar persaingan bisnis, persaingan posisi (jabatan), kesenjangan sosial, kesulitan ekonomi atau pun kepentingan lainnya tak jarang dapat membutakan prinsip kejujuran. Tak luput juga dalam dunia pendidikan, adanya persaingan pendidikan yang kurang sehat juga dapat mengugurkan akan kejujuran. kalau dalam dunia pendidikan saja sudah terlepas dari prinsip kejujuran, bagaimana lagi bila meningkat pada jenjang berikutnya?
Demikian pula dalam lembaga kecil rumah tangga sangat perlu ditanamkan dan diterapkan prinsip kejujuran yang mulia ini. Betapa menyesalnya orang tua, bila sang anak sudah tidak bisa dipegang kejujurannya lagi? Betapa retaknya hubungan suami istri bila keduanya tidak saling menaruh kepercayaan? Dalam lembaga yang kecil saja ketidakjujuran itu membawa dampak negatif yang luar biasa, bagaimana lagi dampak yang terjadi dalam lembaga yang lebih besar?
Sangat tragis bila image (praduga) “siapa yang jujur ajur”, “siapa yang polos gak lolos”, ini semakin semarak. Apakah wabah ini bisa terobati? Jawabannya, tentu karena Allah subhanahu wata’ala tidak akan menurunkan sebuah penyakit melainkan pasti ada obatnya. Kembali kepada Islam, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya adalah obat yang tepat.

Tulisan 8 ( EMPATIK )


 EMPATIK


             “Berusaha mengerti terlebih dahulu” memerlukan prubahan paradigma yang sangat mendalam. Kita biasanya berusaha lebih dahulu untuk di mengerti. Kebanyakan oranag tidak mendengarkan maksud untuk mengerti, mereka mendengar dengan maksud untuk menjawab. Mereka entah berbicara atau bersiap untuk berbicara. Mereka menyaring segala melalui paradigma mereka sendiri, membacakan autobiografi mereka ke dalam kehidupan orang lain.
            “Oh, saya tahu persis bagaimana perasaan anda!”
            “Saya pernah mengalami hal yang sama. Biar saya yang menceritakan kepada anda pengalam saya.”
            Mereka terus menerus memproyeksikan film buatan sendiri pada pada perilaku orang lain. Mereka memberi resep kacamata mereka sendiri kepada semua orang yang berinteraksi dengan mereka
            Jika mereka mempunyai masalah dengan seseorang putra, putri, pasangan, karyawan, sikap mereka adalah, “Orang itu benar-benar tidak mengerti
            Seorang tetangga pernah berkata kepada ayah saya, “Saya tidak bisa mengerti anak saya. Ia benar-benar tidak mau mendengar saya.”
            “Biar saya menyatakan ulang apa yang baru saja anda katakan,” jawab ayah saya. “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda?”
            “benar,” jawabnya
            “Biar saaya coba lagi,” ayah saya melanjutkan. “Anda tidak mengerti anak anda karena ia tidak mau mendengarkan anda ?”
 “Itu yang saya katakan tadi,” ia menjawabnya dengan tidak sabar.
            “Saya kira untuk mengerti orang lain, anda perlu mendengarkannya,” ayah saya mengusulkan.
            “Oh!” katanya. Ada jea yang lumayan panjang. “Oh!” katanya lagi, ketika kesadaran mulai muncul. “Oh, ya! tapi saya sangat mengerti dirinya. Saya tahu apa yang ia alami. Saya sendiri pernah mengalami hal yang sama. Saya kira yang tidak saya mengerti adalah mengapa ia tiadak mau mendengarkan saya.”
            Orang ini tidak memiliki gagasan sedikit pun tentang apa yang sebenarnya berlangsung dalam benak anaknya. Ia melihat ke dalam kepalanya sendiri dan mengira ia melihat dunia, termasuk anaknya.
            Begitulah yang terjadi dengan banyak orang. Kita di penuho dengan kebenaran kita sendiri, autobiografi kita sendiri. Kita ingin di mengerti percakapan kita menjadi monolog kolektif, dan kita tidak pernah benar-benar mengerti apa yang sedang berlangsung dalam diri orang lain
            Ketika orang lain berbicara, kita biasanya “mendengarkan” dala salah satu dari empat tingkat. Kita mungkin mengabaikan orang itu, tidak benar-benar mendengarkannya. Kita mungkin berpura-pura. “Ya hmm. Benar.” Kita mungkinmendengarkan secara selektif, mendengar hanya bagian-bagian tertentu dari percakapan. Kita sering melakukan ini sewaktu mendengar celoteh terus menerus dari anak persekolahan. Atau kita mungkin mendengarkan secara atentif, menaruh perhatian dan memfokuskan energi pada kata-kata yang di ucapkan. Tetapi sedikit sekali dari kita pernah memperaktekan tingkat ke lima, bentuk tertinggi dari mendengarkan, yaitu mendengar dengan empatik.


UNIVERSITAS GUNADARMA
http://www.gunadarma.ac.id/
http://studentsite.gunadarma.ac.id

Tulisan 7 ( ARTI PERSAHABATAN )


ARTI PERSAHABATAN




Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri. Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya. Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian. Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya. Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah. Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya. Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis. Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya. Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya. Ingatlah kapan terakhir kali kamu berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping kamu ?? Siapa yang mengasihi kamu saat kamu merasa tidak dicintai ?? Siapa yang ingin bersama kamu saat kamu tak bisa memberikan apa-apa ??
Merekalah sahabatmu. Hargai dan peliharalah selalu persahabatanmu.